Berikutdiantaranya ritual yang dilakukan menurut adat istiadat Jawa. 1. Upacara Ngesur Tanah (Geblag) Upacara ngesur tanah merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat hari meninggalnya seseorang. Upacara ini diselenggarakan pada sore hari setelah jenazah dikuburkan. Diniauliaro Diniauliaro January 2019 1 777 Report Perhatikan Data berikut ini. ritual kematian air memanggil hujan gendering pedang 5. Sebagai alah upacara Dari pernyataan di atas,yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor..... a.1. d.4 b.2. e.5 c.3 alifah2705 D. 4Semoga membantu.. 26 votes Thanks 47 More Questions From This User See All Diniauliaro December 2018 0 Replies fungsi sarung tangan saat bekerja di laboratorium bila ada bahan kimia mengenai balian tubuh anda? Apa yang anda lakukan? Answer Diniauliaro December 2018 0 Replies 1. 2a-b+3b 2. 2a-3b-ac Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Tulislah ilustrasi iklan baris di samping ini! perantara tnh Weleri Semarang 500m2 .Harga 100 jt nego hub budi 08138912345. MOHON JAWAB CEPAT Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Jelaskan yang dimaksud dengan defacto dan dejure beserta contohnya Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Jelaskan maksud hubungan bilateral dan multilateral Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Mengapa peraturan perundang-undang harus dipatuhi dan dijalankan Answer diniauliaro September 2018 0 Replies 10 contoh kalimat dengantanda hubung perlawanan Answer Recommend Questions AlmaSabrina22720061 May 2021 0 Replies pada zaman dahulu pertunjukan tari colek banyak dilakukan di... Kampung liburan cerita dalam lenong betawi umumnya mengandung pesan.... mrifyal23 May 2021 0 Replies Dewan konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu yang pertama tahun 1955 mempunyai tugas mimimi890 May 2021 0 Replies jelaskan selat yg menghubungkan sumatera dan jawa jihanhanifa59 May 2021 0 Replies politik etis sering mendapat ejekan sebagai politik sarung tangan sutra. mengapa demikian?jelaskan! Muhammadmansyur May 2021 0 Replies daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan majapahit meliputi sumatra jawa Kalimantan Sulawesi nusa tenggara maluku dan papua . pernyataan tersebut di paparkan oleh nadia175356 May 2021 0 Replies penjelasan bagaimana aqidah tanpa filsafat dan filsafat tanpa aqidah said1622 May 2021 0 Replies jelaskan bagaimana sikap masyarakat indonesia terhadap agama dan bagaimana langkah langkah membumikan islam di kampus FikriArdjun3009 May 2021 0 Replies Bentuk bentuk perubahan sosial dan budaya dalam konsep perubahan dan keberlanjutan dalam sejarah fraansiskaa3667 May 2021 0 Replies Nerikut ini yang bukan dampak negative dari penerapan revolusi hijau di indonesia adalah RazanMI May 2021 0 Replies kenampakan bayangan yang lebih kecil dari ukuran benda sebenarnya Nekara merupakan salah satu benda peninggalan masa Praaksara yang sangat dominan di Asia Tenggara. Nekara sendiri juga ditemukan di Flores, Alor, dan Rote. Masyarakat Alor menyebut nekara sebagai moko. Sejak ratusan tahun silam, moko dipakai sebagai alat musik dan mas kawin. Memiliki moko juga meningkatkan status sosial dan dianggap menghargai tradisi warisan leluhur. Untuk masyarakat Alor, Flores, dan Rote nekara juga berfungsi sebagai sarana upacara. Biasanya nekara akan dipukul dan disertai sesaji. Dhafi Quiz Find Answers To Your Multiple Choice Questions MCQ Easily at with Accurate Answer. >> Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia Jawaban terbaik adalah B. -2. Dilansir dari guru Pembuat kuis di seluruh dunia. Jawaban yang benar untuk Pertanyaan ❝Cermati data berikut ini1 Mengiringi ritual kematian2 Mendinginkan air3 Upacara memanggil hujan4 Sebagai gendering perang5 Sebagai alat upacaraDari pernyataan-pernyataan di atas, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor… ❞ Adalah B. Menyarankan Anda untuk membaca pertanyaan dan jawaban berikutnya, Yaitu Bangunan-bangunan megalitik pada dasarnya menggunakan bahan dasar… . dengan jawaban yang sangat akurat. Klik Untuk Melihat Jawaban Apa itu Kuis Dhafi Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung. 47 Penggunaan tanda hubung (-) yang salah terdapat pada . A. Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas. B. P-3-K C. se-Indonesia D. di-back up E. 11-11-2013 48. Perhatikan penggunaan tanda petik berikut! 1. "Merdeka atau mati!" seru Bung Tomo dalam pidatonya. 2. "Kerjakan tugas ini sekarang!" perintah atasannya. "Besok akan dibahas dalam Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang yang ditentukan menggunakan teknik snowball sampling di mana penentuan informan berikutnya ditemukan berdasarkan rujukan dari informan sebelumnya, dengan kriteria merupakan masyarakat yang berdomisili di Toraja Utara dan memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi dengan member check sebagai teknik keabsahan data. Adapun teknik analisis data pada penelitian ini antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah dengan melalui ritual adat Ma'palin yang merupakan proses pemindahan orang yang telah meninggal dari dalam tanah dan dipindahkan ke dalam patane, yang dilaksanakan selama tiga hari yang meliputi a Hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke tanah, dan kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibakar dengan kain kaseda ke dalam patane. 2 Faktor-faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a Adanya aturan pemerintah yang tidak mengijinkan kegiatan atau acara besar-besaran yang menghadirkan banyak orang dan b Dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kata Kunci Ritual kematian dan korban covid-19. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya, ras, agama dan juga adat istiadat. Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki adat tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini merupakan suatu bentuk dari keberagaman budaya yang mana masyarakatnya memiliki hak dan kebebasan untuk Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 PELAKSANAAN RITUAL KEMATIAN KELUARGA KORBAN COVID 19 DI TANA TORAJA Oleh Jelsita Banna1, Muhammad Syukur2 1,2Program Studi pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar Email jelsitabanna30 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang yang ditentukan menggunakan teknik snowball sampling di mana penentuan informan berikutnya ditemukan berdasarkan rujukan dari informan sebelumnya, dengan kriteria merupakan masyarakat yang berdomisili di Toraja Utara dan memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi dengan member check sebagai teknik keabsahan data. Adapun teknik analisis data pada penelitian ini antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah dengan melalui ritual adat Ma’palin yang merupakan proses pemindahan orang yang telah meninggal dari dalam tanah dan dipindahkan ke dalam patane, yang dilaksanakan selama tiga hari yang meliputi a Hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke tanah, dan kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibakar dengan kain kaseda ke dalam patane. 2 Faktor-faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a Adanya aturan pemerintah yang tidak mengijinkan kegiatan atau acara besar-besaran yang menghadirkan banyak orang dan b Dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kata Kunci Ritual kematian dan korban covid-19. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya, ras, agama dan juga adat istiadat. Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki adat tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini merupakan suatu bentuk dari keberagaman budaya yang mana masyarakatnya memiliki hak dan kebebasan untuk Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 mengembangkan dan mewariskan budaya atau adat yang mereka miliki tanpa merusak tatanan sosial yang ada. Sebagaimana merujuk pada UU No. 6 Pasal 18 B ayat 2 Tahun 2014 tentang desa dalam Ilyasa, 2020 menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional hanya pada dalam sistem hukum Indonesia. Artinya masyarakat bebas memiliki adat istiadat yang sesuai dengan undang-undang yang dihormati dan dijunjung tingi. Di mana adat tersebut diakui keberadaannya dan direalisasikan sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya. Secara umum adat istiadat tidak bisa dipisahkan dari tradisi. Tradisi sendiri merupakan suatu bentuk kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Menurut Van Reusen dalam Rofiq, 2019 berpendapat bahwasannya tradisi ialah sebuah peninggalan ataupun warisan ataupun aturan-aturan, ataupun harta, kaidah- kaidah, adat istiadat dan juga norma. Akan tetapi tradsisi ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat berubah, tradisi tersebut malahan dipandang sebagai keterpaduan dari hasil tingkah laku manusia dan juga pola kehidupan manusia dalam keseluruhannya. Dari pendapat yang telah diuraikan dapat dijelaskan bahwa tradisi merupakan warisan leluhur yang dilakukan turun temurun dan menjadi kebiasaan yang melekat pada kehidupan masyarakat, di mana tradisi ini menjadi bagian dari budaya masyarakat dan dipercaya dan dilaksanakan dari generasi ke generasi. Di Indonesia sebagian besar daerahnya memiliki tradisi yang beragam salah satunya yaitu daerah Tana Toraja. Toraja dikenal dengan tradisi yang sangat beragam dan unik terutama pada ritual kematian yang dikenal dalam bahasa Toraja sebagai rambu solo’. Ritual kematian merupakan salah satu bentuk cara yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pada daerah tertentu untuk menghormati arwah orang yang telah meninggal. Ritual kematian rambu solo’ pada masyarakat Toraja yang merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun sebagai salah satu ritus yang sangat dijunjung dan diyakini oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan bagi orang-orang yang telah meninggal terlebih kaum keluarga atau kerabat. Menurut Suhamihardja dalam Naomi et al., 2020 suku Toraja terkenal sebagai suku yang masih memegang teguh adat. Setiap pekerjaan mesti dilaksanakan menurut adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan, apalagi dalam upacara kematian. Pada umumnya upacara kematian atau pemakaman adat rambu solo’ dilakukan dengan besar-besaran karena, anggapan masyarakat Toraja apabila rambu solo’ diadakan semakin meriah, dan banyak harta dikorbankan maka semakin tinggi status sosial orang yang meninggal. Kebanyakan yang melakukan hal itu adalah golongan-golongan bangsawan dan golongan bangsawan menengah. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Sehingga dapat dijelaskan bahwa adat merupakan sesuatu yang sakral yang mana dalam pelaksanaanya harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dari adat itu sendiri. Salah satu adat yang masih kental di Tana Toraja adalah upacara kematian rambu solo’ yang mana dalam pelaksanaannya dilakusan berdasarkan tingkat kemampuan dari pihak keluarga. Rambu solo’ merupakan ritus tertinggi dalam upacara ritual masyarakat Toraja, yang pada umumnya memiliki tujuan untuk memberikan penghormatan dan mengantarkan arwah dari orang-orang yang telah meninggal. Paganggi, 2020 menjelaskan Rambu solo’ sebagai sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagi tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal untuk melakukan upacara terakhir bagi mendiang. Upacara ini bagi masing- masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda. Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa rambu solo’ merupakan tradisi yang dilaksanakan dalam rangka memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal yang pelaksanaannya dilakukan pada sore hari yakni ketika matahari mulai terbenam dan dilaksanakan dengan meriah dan dihadiri banyak orang terutama kerabat-kerabat keluarga dari orang yang meninggal. Prosesi ritual rambu solo’ dilaksanakan dengan mahal, di mana diyakini bahwa semakin banyak biaya yang digunakan maka semakin megah pula ritualnya Ihsan & Syukur, Pada awalnya prosesi ritual rambu solo’ hanya dilaksanakan bagi kaum bangsawan tetapi seiring waktu, bukan hanya kaum bangsawan yang melaksanakan ritual rambu solo’ ini melainkan siapapun yang memiliki cukup harta bisa melaksanakan ritual rambu solo’. Pelaksanaan ritual kematian rambu solo’ ini sudah menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat Toraja, sehingga tidak heran jika sering ditemui acara kematian pada masyarakat Toraja. Upacara ritual rambu solo’ selalu dihadiri oleh khalayak banyak bukan hanya kaum keluarga saja. Pelaksanaan ritual umumnya dilaksanakan secara besar-besaran dan meriah serta dihadiri oleh banyak orang sehingga tidak heran jika ritual ini memakan banyak biaya. Hidayah dalam Rusdiana, menjelaskan tradisi pemakaman Rambu Solo’ merupakan salah satu upacara adat di Tana Toraja yang diwariskan oleh leluhur kepada generasi penerusnya hingga saat ini. Upacara ini dilakukan sebagai tanda penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Tradisi Rambu Solo didasari oleh kepercayaan masyarakat Toraja Dahulu dalam melaksanakan ritual rambu solo’ biasanya didasarkan pada status sosial masyarakat Toraja yakni terdiri dari empat tingkatan, yang pertama tana’ bulaan yaitu golongan bangsawan, kedua tana’ bassi yaitu golongan bangsawan Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 menengah, ketiga tana’ karurung yaitu rakyat biasa/rakyat merdeka, dan yang keempat adalah tana’ kua-kua di mana mereka adalah golongan hamba. Menurut Tangdilintin dalam Patadungan et al., 2020 tingkatan dalam upacara rambu solo’ menunjukkan strata sosial masyarakat. Tingkatan tersebut memiliki empat macam yaitu 1 upacara Dasilli’ merupakan upacara pemakaman level paling rendah dalam aluk todolo merupakan nilai-nilai kepercayaan yang dianut orang toraja atau secara khusus dapat disebut sebagai animisme Pasanggara dalam SESA, 2022. Upacara ini untuk strata terendah dan untuk anak yang belum bergigi. 2 upacara Dipasangbongi merupakan upacara untuk rakyat biasa/rakyat merdeka Tana’ karurung, upacara ini hanya memerlukan waktu satu malam; 3 upacara Dibatang atau Digoya Tedong merupakan upacara untuk bangsawan menengah Tana’ bassi dan bangsawan tinggi yang tidak mampu. 4 upacara Rampasan merupakan upacara untuk bangsawan tinggi tana’ bulaan. Namun demikian seiring dengan perkembangan ekonomi status sosial berdasarkan kedudukan dan keturunan tidak lagi menjadi acuan dalam pelaksanaan rambu solo’ melainkan siapapun yang merasa mampu dan memiliki harta dapat melaksanakan ritual rambu solo’. Namun perayaan ritual rambu solo’ sudah tidak lagi dilaksanakan dibeberapa tempat di Toraja Utara, hal ini dikarenakan adanya kendala utama yaitu Covid 19 yang sejak februari 2020 yang mengakibatkan banyak aktivitas yang dibatasi terutama dalam hal perayaan ritual kematian rambu solo’ karena adanya kegiatan berkerumun dan berkumpul. Haq et al., 2020 menjelaskan peraturan pemerintah mengenai pembatasan sosial sebagai berikut “Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Covid-19 ditetapkan pada 31 Maret 2020”. Pemerintah Daerah Pemda dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu. PSBB dilakukan dengan pengusulan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Menteri Kesehatan. Selain itu aturan untuk membatasi gerak sosial juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 ditetapkan pada 3 April 2020. Dari pernyataan di atas dapat dijelakan bahwa pembatasan sosial merupakan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri guna mencegah penyebaran virus corona dari aktivitas sosial masyarakat mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten atau kota. Hairi, 2020 menegaskan bahwa “kebijakan PSBB antara lain 1 Peliburan sekolah dan tempat kerja; 2 Pembatasan kegiatan keagamaan; 3 Pembatasan kegiatan di tempat/fasilitas umum; 4 Pembatasan kegiatan sosial budaya; 5 Pembatasan moda transportasi; dan 6 Pembatasan kegiatan lainnya terkait aspek pertahanan dan keamanan”. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Pembatasan sosial social distancing menjadi faktor utama mengapa ritual rambu solo’ dibatasi karena ritual ini melibatkan perkumpulan banyak orang sehingga dapat berpotensi penyebaran virus covid 19 lebih besar. Banyak ditemukan beberapa kasus di mana korban yang meninggal akibat Covid-19 dimakamkan berdasarkan protokol penatalaksanaan pemulasaraan dan pemakaman jenazah Covid 19. Sehingga tidak memungkinkan bagi keluarga untuk melaksanakan ritual kematian rambu solo’ seperti pada umumnya. Tingkatan pada upacara rambu solo’ tidak lagi terlaksana seperti biasanya karena adanya aturan yang berlaku Mawarni et al., 2023. Hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra dalam masyarakat, yang mana beberapa keluarga tetap ingin melaksanakan upacara pemakaman yang layak bagi keluarga atau kerabat yang meninggal. Salah satu kasus yang ditemui di Kecamatan Sa’dan Dusun Buntukerre’ di mana korban dinyatakan meninggal karena positif virus corona oleh rumah sakit Lakipadada. Korban dengan Inisial J tersebut dinyatakan meninggal karena virus corona setelah melakukan rapid tes di rumah sakit Lakipadada Toraja Utara. Pihak keluarga berasumsi bahwa korban meninggal bukan karena Covid sehingga pihak keluarga berencana untuk melaksanakan ritual kematian bagi korban tetapi hal tersebut tidak disetujui baik dari pihak rumah sakit maupun dari pemerintah setempat. Oleh karena itu pelaksanaan ritual kematian korban dengan inisial J ini dilaksanakan pada hari ke empat puluh kematian korban, di mana pihak keluarga melakukan upacara atau ibadah penghiburan bagi keluarga yang mana pada proses ini tidak lagi dihadiri oleh ribuan orang melainkan hanya pihak keluarga dan kerabat yang terkait. Kasus lain yang ditemukan adalah korban Covid-19 dengan inisial P di mana korban dinyatakan meninggal karena positif Covid-19 oleh puskesmas Kondo Dewata di mana pihak puskesmas mengatakan bahwa korban harus dimakamkan berdasarkan protokol yang berlaku namun pihak keluarga tidak menyetujui hal tersebut karena pihak keluarga yakin bahwa korban meninggal bukan karena covid-19 melainkan penyakit yang dideritanya. Sehingga pihak keluarga bersikeras untuk menyimpan korban sesuai dengan tradisi sebelum diadakan ritual kematian. Korban disimpan dinanna selama sepuluh bulan sebelum diacarakan. Namun dalam perayaannya diberlakukan syarat di mana orang yang menghadairi ritual tersebut diharuskan mematuhi protokol kesehatan dan juga jumlah tamu yang datang tidak sebanyak perayaan ritual sebelumnya, faktor utama dari kurangnya orang yang hadir adalah ketakutan dan kekhawatiran akan penularan virus corona. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan judul “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid 19 di Tana Toraja”. METODE PENELITIAN Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara” menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatakan deskriptif. Sebagaimana dikatakan Bodgan dan Taylor dalam Purnama, 2020 “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang mampu menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan, dan perilaku dari orang-orang yang diamati”. Dari beberapa defenisi tersebut tentunya sejalan dengan tujuan penelitian ini yang bermaksud untuk mendeskripsikan kontrol sosial masyarakat terhadap waria di taman Makam Pahlawan Panaikang Kota Makassar. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat sekitar taman makam pahlawan Panaikang Kota Makassar yang terdiri dari 10 orang sebagai informan. PEMBAHASAN Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah melalui ritual ma’palin yang dilaksanakan selama tiga hari sebagai berikut a hari pertama merupakan hari di mana semua anggota keluarga berkumpul untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke dalam tanah. Berdasarkan hasil wawancara dalam upacara ma’palin hari pertama merupakan hari di mana semua nggota keluarga maupun masyarakat sekitar berkumpul untuk melakukan kegiatan menggali kubur dan pengangkatan mayat. Seperti yang dijelaskan oleh Petrus, 2019 “penggalian mayat atau eksomasi adalah penggalian kuburan untuk mengeluarkan kembali mayat yang sudah di makamkan dari kuburnya”. kemudian dilakukan pembungkusan mayat menggunakan kain yang disediakan oleh pihak keluarga yang disebut dengan kaseda kain merah yang merupakan kain Panjang yang dipakai membungkus orang mati. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam, di mana pembakaran hewan ini ditujukan sebagai persembahan kepada orang yang telah meninggal sebagai bekal yang akan ia bawah menuju puya yang dipercayai orang Toraja sebagai tempat peristirahatan di mana para arwah dan leluhur berkumpul dan juga sebagai makanan bagi tamu yang datang dengan cara dibagi-bagikan menjadi potongan tertentu. Seperti yang dijelaskan oleh Naomi dalam Tahirs & Pundissing, 2020 “manta padang merupakan puncak pelaksanaan upacara dengan memotong hewan yaitu kerbau dan babi dan dibagikan secara adat”. Hal ini berdasarkan hasil wawancara yang telah dijelaskan oleh informan yakni pada saat ada perayaan rambu solo’ bagi mereka yang meninggal bukan covid, korban yang sebelumnya meninggal karena covid digali dan kemudian di ikutkan dengan orang yang sedang diacarakan. Hal ini jarang terjadi, namun pada saat Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 melakukan wawancara penulis menemukan salah satu informan yang mana pada saat neneknya diacarakan, ibunya yang dinyatakan meninggal karena covid digali pada saat itu dan dikuburkan ke dalam patane bersama dengan nenek informan. Informan mengungkapkan bahwa hal ini tidak berbeda jauh dengan ritual ma’palin, hanya saja yang membedakan adalah hewan kurban yang dipersembahkan bertambah dan juga jumlah orang yang hadir juga lebih banyak. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibalut dengan kain kaseda tadi ke dalam patane tetapi sebelumnya itu dilakukan ibadah bersama anggota keluarga dan segenap orang-orang yang turut hadir di acara tersebut, yang bertujuan untuk mendoakan arwah atau mayat yang telah dibalut dengan kain, dan agar arwah tenang di alam baka. Kegiatan pemindahan mayat dilakukan dengan mengarak mayat/kerangka yang telah di balut dengan kain dari rumah tongkonan ke liang kubur patane yang dilakukan oleh pihak keluarga dan juga diikuti oleh masyarakat sebagai tanda mengantar orang yang meninggal ke tempat peristirahatannya yang layak. Sesuai yang dijelaskan oleh Naomi et al., 2020 “pemindahan jenazah dari lumbung ke lapangan dilakukan dengan iringan arak-arakan khas masyarakat Toraja”. Berdasarkan hasil wawancara, ibadah penghiburan dilakukan untuk mengenanng korban yang meninggal karena covid yang langsung dikuburkan ke dalam tanah saat meninggal. Pada ibadah penghiburan ini dilakukan pada hari ke-3 dan ibadah penghiburan yang dihadiri oleh pihak keluarga besar korban dan orang sekitar untuk mendoakan arwah korban yang meninggal karena covid agar tenang di alam baka. Apabila dikaitkan dengan teori interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Mead maka tindakan atau alternatif yang diambil oleh pihak keluarga terkait pelaksanaan ritual yang layak bagi korban yang meninggal karena Covid-19 tergambar dalam empat basis tahap tindakan dari interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Mead, yang mana tindakan stimulus atau dorongan muncul ketika pemerintah tidak mengijinkan untuk mengadakan ritual rambu solo’ secara langsung bagi mereka yang meninggal karena Covid-19 maka muncullah dorongan dalam diri masyarakat untuk memikirkan cara apa yang dapat ditempuh untuk memberikan perpisahan yang layak bagi mereka yang meninggal karena Covid. Setelah memikirkan cara yang akan dipakai, dari proses dorongan untuk mencari alternatif lain maka akan memunculkan reaksi persepsi dari masyraakat sendiri sembari mencari cara yang dapat dilakukan. Dari hasil stimulus dan persepsi yang dilakukan oleh masyarakat maka timbullah tahap manipulasi yakni mengambil tindakan untuk melakukan ritual adat ma’palin sebagai alternatif pelaksanaan ritual bagi mereka yang meninggalkan karena Covid-19, dan setelah mengambil tindakan manipulasi maka pihak keluarga akan memutuskan apakah mereka akan melaksanakan ritual ma’palin atau tidak dan kapan ritual akan dilaksanakan konsumasi. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa orang-orang yang meninggal karena Covid di Toraja Utara khususnya Kecamatan Sa’dan pada dasarnya tidak diritualkan secara langsung saat korban meninggal, karena sesuai dengan anjuran pemerintah bahwa mereka yang dinyatakan rumah sakit meninggal karena Covid harus segera dikuburkan. Namun tentu saja karena menyadari bahwa orang Toraja memiliki kepercayaan bahwa orang yang meninggal juga berhak untuk mendapatkan tempat yang layak dan agar arwahnya tenang harus dilakukan tindak lanjut berupa ritual ma’palin yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Ismail, 2019 dengan judul penelitian “Ritual Kematian Dalam Agama Toraja Aluk To Dolo Studi Atas Upacara Rambu solo’. Maka didapatkan perbedaan dan persamaan. Di mana perbedaannya terletak pada bentuk pelaksanaan di mana pada penelitian terdahulu terfokus kepada pelaksanaan rambu solo’ pada umumnya sebelum pendemi covid-19, yang mengatakan bahwa orang yang meninggal sebelum diacarakan masih harus disimpan di atas tongkonan karena mereka masih dinggap ada di dalam dunia, sehingga perlu diadakan rambu solo’ untuk menghantarkannya ke alam baka, begitupun hewan persembahan yang diberikan merupakan bekal bagi orang yang diacarakan karena berdasarkan penelitian terdahulu dikatakan bahwa hewan yang dikorbankan dalam upacara berfungsi sebagai bekal untuk kehidupan di dunia baru yang bernama puya. Kemudian perbedaan lainnya adalah studi kasus yang diteliti, di mana pada penelitian terdahulu meneliti pelakasanaan ritual kematian orang yang meninggal pada umumnya sedangkan pada penelitian yang di teliti oleh penulis lebih berfokus kepada bentuk pelaksanaan ritual rambu solo’ pada korban covid-19 dan hasil penelitian pelaksanaan ritual dilaksanakan dengan cara melalui ritual adat ma’palin sebagai pengganti ritual rambu solo’ pada umumnya. Adapun persamaanya adalah sama-sama meneliti pelaksanaan ritual kematian pada masyarakat Toraja, dan juga kepercayaan bahwa orang yang meninggal tanpa memberikan pelaksanaan yang layak masih dianggap ada di dunia, sehingga diadakan ritual kematian untuk mengantarkan arwah ke alam baka. Adapun penelitian terdahulu yang kedua oleh Naomi et al., 2020 dengan judul “Upacara Rambu Solo’ di Kelurahan Padanggiring Kecamatan Rantetayo Kabupaten Tana Toraja” di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang meninggal belum dikatakan sempurna atau masih dikatakan sakit jika belum diberikan pelaksanaan ritual kematian yang layak sehingga perlu dilakukannya ritual kematian bagi mereka yang meninggal. Sedangkan perbedaannya adalah cara pelaksanaan ritual kematiannya Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala dalam Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara. a. Aturan Pemerintah Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Pelaksanaan ritual kematian merupakan salah satu ciri khas dari daerah Toraja, di mana setiap orang yang meninggal diberikan penghormatan yang sangat meriah layaknya perisahan terakhir yang diadakan secara meriah. Bagi masyarakat Toraja sudah sepantasnya bila orang yang meninggal diritualkan dengan cara yang meriah karena merupakan bentuk perpisahan terakhir dari keluarga yang meninggal. Namun hal ini tidak berlaku bagi mereka yang meninggal karena covid, di mana seperti yang kita ketahui bahwa mereka yang dinyatakan meninggal karena covid langsung ditanam ke dalam tanah, tanpa adanya pelaksanaan ritual rambu solo’. Peraturan pemerintah dalam Andiraharja, 2020 yang menyatakan “Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 COVID-19” di mana aturan ini ditujukan untuk masyarakat agar menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan agar penyebaran virus corona dapat ditekan. Namun berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan, yang menjadi penghambat utama dari tidak dilaksanakannya upacara rambu solo’ seperti biasanya pada korban yang meninggal adalah karena adanya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Memaksakan untuk melaksanakan ritual kematian dalam keadaan yang tidak memungkinkan dapat memicu masalah dalam masyarakat baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun masyarakat dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Mead dalam Hasbullah & Ahid, 2022 yang menyatakan “Konflik dan status sosial dalam interaksi sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap proses pemaknaan dan tindakan seseorang, di mana Mead menyadari bahwa manusia sering terlibat dalam suatu aktivitas yang didalamnya terkandung konflik”. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami ketika ada tindakan paksaan yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu, akan berpotensi menimbulkan konflik dengan pemerintah. Sehingga informan mengatakan bahwa ketidakberdayaan mereka untuk melakukan ritual rambu solo’ bagi mereka yang meninggal karena Covid-19 adalah hal yang tidak bisa disanggah karena merupakan aturan yang mutlak dari pemerintah. Sebagai masyarakat yang berada di bawah naungan hukum, masyarakat hanya bisa tunduk terhadap aturan yang berlaku. Masyarakat juga menyadari bahwa sebagai warga negara yang berada di bawah naungan hukum, mereka tidak dapat bertindak sesuka hati. b. Dikucilkan oleh masyarakat lain Kemudian adapun hambatan lain yang menjadi faktor tidak dilaksanakannya ritual rambu solo’oleh anggota keluarga yang meninggal karena covid adalah tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Berdasarkan penjelasan dari informan, menyatakan bahwa selain dari aturan pemerintah yang melarang untuk melaksanakan ritual rambu solo’ perasaan dikucilkan oleh masyarakat juga menjadi salah satu penghambat dalam melaksanakan ritual kematian rambu solo’ bagi anggota keluarga yang meninggal karena covid. Seperti yang dijelaskan oleh Livana dalam Namuwali et al., 2022 menyatakan “Stigma muncul dalam perilaku sosial Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 seperti mengucilkan pasien, menolak dan mengucilkan keluarga jenazah karena masih dianggap pembawa virus”. Ketakutan akan virus corona menjadi pemicuh munculnya prasangka buruk dalam masyarakat, terutama mereka yang memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid biasanya akan langsung dijauhi masyarakat untuk sementara waktu atau melakukan karantina mandiri karena ketakutan akan tertularnya orang lain oleh virus corona. Bagi pihak keluarga yang mengalami kedukaan tentu saja rasa sedih yang mereka alami akan bertambah saat masyarakat sekitarnya menjaga jarak, sehingga tidak mungkin bagi pihak keluarga melaksanakan ritual rambu solo’, di samping itu juga, untuk dapat melaksanakan ritual rambu solo’ harus membutuhkan banyak bantuan dan tenaga dari masyarakat sekitar sedangkan pada saat itu keadaan tidak memungkinkan karena pihak keluarga harus melakukan isolasi mandiri dan korban pun langsung dikuburkan sehingga pihak keluarga memilih alternatif lain untuk memberikan acara yang layak bagi anggota keluarga yang meninggal karena covid yakni kegiatan ma’palin dan juga ibadah penghiburan dari pihak keluarga yang diadakan setelah semua anggota keluarga melakukan karantina mandiri dan dinyatakan bebas dari covid. Tanggapan dari masyarakat sangat mempengaruhi apa yang harus dilakukan oleh pihak keluarga yang keluarganya meninggal karena covid, jika dikaitkan dengan teori interaksionisme simbolik seperti yang dijelaskan oleh Umiarso dan Elbadiansyah dalam Nurdin, 2020 “Interaksionisme simbolik memfokuskan pada interaksi sosial perilaku manusia yang dilihat sebagai suatu proses pada diri manusia untuk membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra Sehingga dapat dijelaskan salah satu alasan pihak keluarga tidak melaksanakan ritual kematian pada saat korban meninggal adalah adanya rasa takut terhadap kenyamanan masyarakat sekitar, dan agar terhindar dari prasangka yang tidak baik dan untuk menjaga hubungan yang baik dalam masyarakat. Jika dikaitkan dengan empat basis tahap tindakan menurut Mead yakni implus, persepsi, manipulasi dan konsumasi maka dapat dijelaskan sebagai berikut orang yang meninggal karena virus corona dimaknai sebagai simbol yang dapat menyebabkan penyebaran virus di masyarakat sehingga timbullah rasa takut dari pihak masyarakat kepada pihak keluarga korban covid yang mendorong terjadinya tindakan implus yakni dorongan hati atau rangsangan dari stimulus yang spontan yang mengakibatkan masyarakat seolah menjauh atau menjaga jarak dari keluarga korban covid-19, sehingga komunikasi atau interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bisa terputus atau terganggu sedangkan syarat dari interaksionisme simbolik adalah interaksi alami yang terjadi diantara individu yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan faktor yang menjadi kendala pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara, apabila dianalisis dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik yang mengacu pada basis tindakan, maka dapat Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 dijelaskan bahwa adanya covid-19 sebagai wabah penyebaran virus yang menyebabkan kecemasan dalam masyarakat membuat pemerintah mengambil tindakan secara spontan implus berdasarkan situasi dan keadaan yang terjadi dalam masyarakat, kemudian dari keputusan yang diambil pemerintah maka timbullah persepsi reaksi dari masyarakat terhadap aturan tersebut. Kemudian dari hasil reaksi tersebut maka timbullah mnipulas pengambilan tindakan dari pihak masyarakat terkait aturan pemerintah yakni tidak mengijinkan pelaksanaan perayaan ritual rambu solo’ dalam masyarakat terutama mereka yang meninggal karena covid-19. Kemudian dari hasil pengambilan tindakan atau manipulasi, maka masyarakat sampai kepada basis tindakan konsumasi yakni keputusan untuk mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah. Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu Ismail, 2019 “Ritual Kematian dalam Agama Toraja Aluk Todolo Studi Atas Upacara Kematian Rambu solo’” dengan penelitian yang sekarang “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara” memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan antara peneliti terdahulu dengan perneliti sekarang adalah sama-sama membahas tentang pelaksanaa ritual kemarian, sedangkan perbedaannya terletak pada rumusan masalah di mana rumusan masalah penelitian terdahulu meliputi pertama, bagaimana makna kematian menurut asli Toraja Aluk Todolo, dan kedua, mengapa mayoritas masyarakat Toraja tetap melaksanakan Rambu Solo’ meskipun menelan biaya yang sangat mahal. Sedangkan rumusan masalah pada penelitian sekarang meliputi pertama, bagaimana pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara, dan yang kedua apa faktor yang menjadi kendala pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara dilaksanakan selam tiga hari meliputi a hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke dalam tanah, kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibalut dengan kain kaseda tadi ke dalam patane. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a aturan pemerintah. b dikucilkan masyaakat sekitar Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 DAFTAR PUSTAKA Andiraharja, D. G. 2020. Peran pemerintah daerah pada penanganan COVID-19. Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 131, 52–68. Hairi, P. J. 2020. Implikasi hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19. Info Singkat Bidang Hukum, 127, 1–6. Haq, A., Masnarivan, Y., Sari, D. M., Shabiyya, H., & Fadhil, M. 2020. Upaya pencegahan penularan covid-19 di Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kota Bukittinggi. BULETIN ILMIAH NAGARI MEMBANGUN, 33, 173–180. Hasbullah, A. R., & Ahid, N. 2022. Penerapan Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era Digital. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 101, 36–49. Ihsan, M., & Syukur, M. Tradisi Mappattabe Pada Masyarakat Bugis di Desa Marannu Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang. Pinisi Journal of Sociology Education Review, 12, 11–20. Ilyasa, R. M. A. 2020. Prinsip Pembangunan Infrastruktur yang Berlandaskan Hak Asasi Manusia Terhadap Eksistensi Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. Sasi, 263, 380–391. Ismail, R. 2019. Ritual kematian dalam agama asli Toraja “Aluk to dolo”Studi atas upacara kematian rambu solok. Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 151, 87–106. Mawarni, I. S., Agustang, A., & Syukur, M. 2023. KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PELAPISAN KASTA PADA ACARA RAMBU SOLO’DI DAERAH TONDO LANGI’TORAJA UTARA. JISIP Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 71. Namuwali, D., Hara, M. K., & Njakatara, U. N. 2022. Pengalaman Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi Mandiri. Jurnal Keperawatan, 143, 863–870. Naomi, R., Matheosz, J. N., & Deeng, D. 2020. UPACARA RAMBU SOLOâ€TM DI KELURAHAN PADANGIRING KECAMATAN RANTETAYO KABUPATEN TANA TORAJA. HOLISTIK, Journal of Social and Culture. Nurdin, A. 2020. Teori Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena Praktis. Prenada Media. Paganggi, R. R. 2020. PERGESERAN MAKNA DALAM PELAKSANAAN UPACARA ADAT RAMBU SOLO‟ PADA MASYARAKAT TORAJA. UNIVERSITAS BOSOWA. Patadungan, E., Purwanto, A., & Waani, F. J. 2020. DAMPAK PERUBAHAN STATUS SOSIAL TERHADAP UPACARA RAMBU SOLOâ€TM DI KELURAHAN TONDON MAMULLU KECAMATAN MAKALE KABUPATEN TANA TORAJA. HOLISTIK, Journal of Social and Culture. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Petrus, A. 2019. Upaya Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus Eksumasi. Majalah Kedokteran Nusantara The Journal of Medical School, 524, 185–190. Purnama, Y. 2020. Faktor Penyebab Seks Bebas Pada Remaja. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 52, 156–163. Rofiq, A. 2019. Tradisi slametan Jawa dalam perpektif pendidikan Islam. Attaqwa Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 152, 93–107. Rusdiana, A. R. KEBUDAYAAN JAWA DALAM NOVEL TEMBANG KALA GANJUR KARYA AGUS SULTON KAJIAN INTERPRETATIF SIMBOLIK CLIFFORD GEERTZ. SESA, E. 2022. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS DALAM WACANA BADONG PADA UPACARA RAMBU SOLO’SUKU TORAJA. UNIVERSITAS BOSOWA. Tahirs, J. P., & Pundissing, R. 2020. Identifikasi Faktor-Faktor Pembiayaan Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Kematian Rambu Solo’Budaya Toraja. Kaganga Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Riset Sosial Humaniora, 32, 122–130. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pabisangan Tahirs Rati PundissingThis study aims to identify the financing factors in the implementation of the Toraja culture of the traditional death ceremony Rambu Solo '. The method used is descriptive qualitative. The results showed that the ritual of rambu solo 'was carried out in several stages, namely the stage of ceremony preparation family gathering, making huts, provision of ceremony equipment and ceremonial implementation stages Ma'Pasulluk, Mangriu' Batu Messimbuang, Mebala'kan, Ma'Pasa '. Tedong, Ma'papengkalao, Lantang Mangisi, Ma'palao and Ma'pasonglo, Allo Katongkonan, Allo Katorroan, Mantaa Padang and Me Aa. This research concludes that the implementation of the rambu solo 'ceremony is different for each group social strata. Keywords Implementation cost, Social Strata, Toraja tribeKasus Covid-19 mulai dilaporkan di Indonesia dengan 2 kasus konfirmasi positif pada tanggal 2 Maret 2020. Terhitung hingga tanggal 2 Mei 2020 di Provinsi Sumatera Barat telah ditemukan 182 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Permasalahan di masyarakat saat ini terkait Covid-19 antara lain tingginya urgensi dalam upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 khususnya di tingkat individu atau anggota masyarakat, seperti penggunaan masker, menjaga kebersihan tangan, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, dan lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat melalui pendistribusian sembako dan peningkatan pengetahuan masyarakat melalui media leaflet, serta pemberian masker non-medis. Kegiatan ini dilaksanakan di RW 003 Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kota Bukittinggi. Khalayak sasaran merupakan masyarakat yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah atau terdampak secara ekonomi dari pandemi Covid-19. Sebagian peserta mengisi kuisioner untuk menilai tingkat pengetahuan terkait Covid-19 secara umum. Kegiatan pendistribusian sembako, leaflet dan masker telah terlaksana dengan baik pada 40 orang khalayak sasaran. Berdasarkan hasil yang didapatkan dari kuisioner gambaran pengetahuan masyarakat diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan sudah baik. Pengetahuan yang baik diharapkan dapat diikuti dengan sikap dan perilaku dalam upaya pencegahan Covid-19. Disarankan agar masyarakat dapat menerapkan upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 yang telah disampaikan melalui media leaflet termasuk menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dan Ginanjar AndiraharjaThis study aimed to assess the strategies that have been implemented by the central and regional governments in handling COVID-19. There are ten regulations related to the research objectives that have been reviewed. The method applied is normative legal research. Second level data is used in this study. The literature reviewed is used to solve researchers' questions. From this study it was revealed that the local government was obliged to decide on the policies that had to be taken in handling COVID-19 with normal basic health service conditions. In the situation of the COVID-19 pandemic, the appropriate regulations were enacted not the Law on Regional Government, but the Law on Health Quarantine. The conclusion of this study, in the condition of public health emergencies there is uncertainty at the local government level, because with the decentralization in the field of health causes basic health service standards vary according to the commitment and fiscal capacity of local governments. Strengthening the role of local government is a major factor in overcoming COVID-19. Health services in the regions must be ensured by the central government to conform to the COVID-19 handling standard. With the current state of public health emergencies, it is hoped that the division of roles of the center and the regions will be expected to ensure the safety of hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19P J HairiHairi, P. J. 2020. Implikasi hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19. Info Singkat Bidang Hukum, 127, Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era DigitalA R HasbullahN AhidHasbullah, A. R., & Ahid, N. 2022. Penerapan Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era Digital. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 101, kematian dalam agama asli TorajaR IsmailIsmail, R. 2019. Ritual kematian dalam agama asli Toraja "Aluk to dolo"Studi atas upacara kematian rambu solok. Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 151, Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi MandiriD NamuwaliM K HaraU N NjakataraNamuwali, D., Hara, M. K., & Njakatara, U. N. 2022. Pengalaman Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi Mandiri. Jurnal Keperawatan, 143, Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena PraktisA NurdinNurdin, A. 2020. Teori Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena Praktis. Prenada Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus EksumasiA PetrusPetrus, A. 2019. Upaya Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus Eksumasi. Majalah Kedokteran Nusantara The Journal of Medical School, 524, Penyebab Seks Bebas Pada RemajaY PurnamaPurnama, Y. 2020. Faktor Penyebab Seks Bebas Pada Remaja. Syntax Literate;
Agartidak salah dan mebosankan untuk menikmati bibir pasangan, cobalah beberapa tips di bawah ini untuk menjadi the good kisser: 1. Perhatikan nafas Awal ciuman dimulai dari aroma nafas, berusahalah untuk menjaga nafas agar tetap fresh. Ketika Anda akan memulai ciuman dengan seorang pria, pastikan bau nafas Anda mampu menggodanya.
New York - Sepanjang sejarah, ada banyak ritual yang diikuti oleh perseorangan maupun kelompok yang mungkin saja dipandang aneh atau tidak biasa oleh orang atau kelompok lain. Dikutip dari Ancient Origins pada Senin 18/7/2016, berikut ini adalah ulasan singkat beberapa ritual yang berakar sejak zaman dahulu kala, namun ada yang masih terus berlanjut hingga masa kini. Pohon Apel Bersejarah Berusia 200 Tahun Mati Perlahan-lahan 5 Teori Konspirasi Fenomenal Penyebab Kematian Tokoh Dunia 10 'Mahakarya Kematian' yang Menggetarkan Jiwa Kebanyakan ritual dilakukan untuk menyenangkan para dewa, tapi ada juga kegunaan lain yang diyakini dapat membantu seseorang atau masyarakat tertentu 1. Aghori dan Dupa Di India, kaum Aghori adalah pria-pria suci asketis Shiwa yang dikenal berurusan dengan ritual sesudah kematian post-mortem. Mereka tinggal di kuburan-kuburan dan menaburkan abu kremasi pada tubuh mereka. Mereka juga menggunakan tulang-belulang manusia untuk menjadi perhiasan dan tengkorak manusia untuk menjadi kapala, yakni topi upacara. Praktik-praktik mereka bertentangan dengan Hinduisme orthodoks, sehingga hampir semua tindakan mereka ditentang oleh penganut Hindu lainnya. Aghori melakukan meditasi dan beribadah di tempat-tempat yang oleh orang lain disebut "rumah berpenunggu." Walaupun begitu, para guru Aghori memiliki banyak pengikut di pedesaan dan dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan yang didapat dari adat yang ketat dan pengucilan diri. Kaum Aghori tampil dalam film "The Other Side of the Door" keluaran 2016. Suatu ritual aneh lainnya yang dilestarikan sejak jaman purba juga ada di India. Pada hari tertentu dalam suatu tahun, mereka yang percaya pergi ke kuil untuk menghirup sejenis dupa yang disulut oleh para imam. Para pengikut ini kemudian memasuki keadaan seperti kesurupan. 2. Mumifikasi Diri di Jepang Ritual aneh berikutnya adalah mumifikasi diri. Praktik ini sudah dilarang di Jepang sejak abad 20. Ritual ini dilakukan berkaitan dengan kepercayaan Buddha untuk memisahkan diri dari dunia. Beberapa biarawan menterjemahkan gagasan ini hingga menjadi diet ekstrem sampai meninggal. Dengan pengawetan jasadnya, para biarawan ini membuktikan kesuciannya. Biasanya ritual dimulai dengan diet biji-bijian dan kacang-kacangan selama 3 tahun. Diet ini ini dilengkapi dengan serangkaian olah raga untuk menghabisi semua lemak tubuh. Selama 3 tahun berikutnya, diet diganti dengan bonggol pohon, akar-akaran, dan teh beracun yang terbuat dari pohon Urushi. Teh ini menyebabkan sang biarawan muntah-muntah sehingga membuang cairan tubuh dan membunuh belatung yang mungkin berkembang setelah kematian. Pada akhirnya, sang biarawan mengunci dirinya di dalam makam dalam posisi bunga teratai. Di dalamnya, ia membawa selang pernafasan dan sebuah lonceng yang dibunyikannya untuk memberitahu bahwa dia masih hidup. Setelah biarawan itu wafat, makamnya di segel. Hingga hari ini ada sekitar 20 mumi biarawan yang telah ditemukan. 3. Santapan Kematian Yanomamo Suku Yanomamo di Venezuela memiliki upacara menyantap sesamanya yang sudah meninggal. Upacara ini sudah ada jauh sebelum diungkapkan oleh bangsa-bangsa Barat. Budaya Yanomamo adalah salah satu budaya poligami yang masih tersisa di dunia. Mereka menenggak zat halusinogen ketika merasa sakit. Namun demikian, ritual kematian lah yang oleh orang luar dianggap sebagai aspek yang paling aneh. Tentu saja ritual ini juga berkaitan dengan kepercayaan. Mereka percaya bahwa warga yang meninggal dibawa pergi oleh pemakan nyawa yang laparnya tidak terpuaskan, lalu menyedot kekuatan kehidupan mereka yang meninggal. Jika rantai penghisapan ini tidak dihentikan, para pemakan nyawa ini akan terus makan hingga manusia seluruh dunia mati semuanya. Sebagai akibatnya, untuk menghentikan rantai santap-menyantap nyawa ini, suku Yanomamo memakan sesamanya yang meninggal. Pertama-tama, mereka melakukan kremasi jenazah dan kemudian menggiling tulang-belulang terbesar menggunakan alu dan godokan ini digunakan sebagai bahan dasar sup pisang. 4. Festival Thookkam Thookkam adalah suatu festival di India diikuti oleh sejumlah orang yang ditusuk dengan kaitan, lalu digantung di suatu bingkai selama beberapa jam. Walaupun memiliki akar budaya masa lalu, festival ini baru saja dilarang oleh pemerintah India. Acara ini biasanya dilangsungkan di Kerala Selatan, dalam kuli-kuil pemujaan dewi Kali. Warga menari dan darah yang tercurah dipercaya menenangkan dewi Kali sehingga tidak mengamuk. Pengikut yang diberi kait digantung di suatu bingkai dan diarak keliling kuli sebanyak 3 kali. Darah yang tercecer dikumpulkan untuk dipersembahkan kepada Dewi Kali guna menenangkannya.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Panjang10 skala nonius adalah 9 mm. Hal ini berarti 1 skala nonius (jarak antara dua garis skala nonius yang berdekatan) 0,9 mm. Dengan demikian selisih skala utama dengan skala nonius adalah 1 mm - 0,9 mm = 0,1 mm atau 0,01 cm. Hal ini berarti bahwa tingkat ketelitian dari jangka sorong adalah ½ nilai skala terkecil (nst) = 0,005 cm
Mahasiswa/Alumni Universitas Indraprasta PGRI12 Juli 2022 1449Jawaban yang tepat adalah yang 2 Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut. Salah satu benda perunggu yang memiliki nilai estetika dan ekonomis sangat tinggi, dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara adalah nekara. Nekara bentuknya semacam berumbung, yang terbuat dari perunggu yang pinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup dan banyak yang mengatakan bentuknya seperti dandang terbalik namun memiliki banyak hiasan. Nekara digunakan saat upacara, untuk memanggil roh nenek moyang, dipakai untuk genderang perang, dan upacara pemanggil hujan, upacara pernikahan, upacara pemakaman, dan sebagainya. Sedangkan mendinginkan air bukanlah fungsi dari Nekara Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah 2Mendinginkan air Semoga membantu ya ContohPenerapan : Kita membeli Prosesor PI 200 Mhz dan motherboard yang memiliki tabel keterangan jumper FSB dan Ratio sebagai berikut : JP 1 FSB 1-2 25 Mhz 1-3 50Mhz 2-3 100 Mhz JP 2 Ratio 1-2 2 X 1-3 2,5 X 2-3 4 X Untuk mendapatkan Prosesor ID, kita memiliki dua buah alternatif konfigurasi sebagai berikut : FSB X Ratio = Prosesor ID 1

Pada umumnya upacara kematian dilakukan dengan cara dikubur, namun ternyata ada sejumlah daerah-daerah di Indonesia yang memiliki sejumlah tradisi yang berbeda dari upacara kematian umumnya. Sebenarnya tradisi-tradisi tersebut adalah peninggalan kebudayaan sebelum datangnya agama Islam dan kristen ke Indonesia. Berikut 14 tradisi unik upacara kematian di Rambu Solo’ - Toraja SelatanUpacara kematian Rambu Solo’ diselenggarakan secara besar-besaran. Persiapan upacara ini dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sementara menunggu persiapan selesai, jasad yang akan dimakamkan di semayamkan terlebih dahulu dalam sebuah peti. Upacara ini disertai dengan upacara penyembelihan berbagai hewan ternak, terutama kerbau. Semakin tinggi status sosial maka semakin banyak kerbau yang akan disembelih. Jumlah kerbau tersebut dapat berkisar antara 24 – 100 ekor. Brobosan dilakukan dengan cara berjalan mondar-mandir sebanyak 3 kali dimulai dari sisi sebelah kanan keranda menerobos bagian bawah keranda jenazah yang sedang diangkat tinggi-tinggi. Ritual ini dilakukan sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman. Tujuan dilakukannya tradisi ini adalah untuk menghormati orang yang sudah meninggal serta mengambil tuah dari orang tersebut. Misalnya jika orang tersebut berumur panjang ataupun memiliki ilmu yang tinggi. Dipercaya bahwa semua tuah itu akan menurun pada anggota keluarga yang melakukan brobosan. Jika yang meninggal masih anak-anak maka tradisi ini tidak ini berupa proses kremasi atau pembakaran jenazah. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mensucikan roh orang yang sudah meninggal. Jika pihak yang meninggal tersebut berasal dari kasta tinggi maka upacara ngaben akan segera dilaksanakan. Sebaliknya jika orang tersebut berasal dari kasta rendah maka jenazahnya biasanya dikuburkan terlebih dahulu untuk kemudian digali kembali ketika akan diselenggarakan ngaben. Upacara ini dapat memakan waktu hingga berhari-hari. Puncaknya adalah pembakaran jenazah beserta kerandanya yang berbentuk lembu atau vihara. Berhubung upacara ini dapat menelan biaya yang mahal maka bagi orang yang tidak memiliki cukup uang dapat menyelenggarakan upacara ini secara kolektif. 4. Saur Matua - Sumatera UtaraUpacara ini dilakukan khusus untuk seseorang yang meninggal pada saat semua anaknya sudah menikah dan memiliki anak. Dalam upacara ini ada pembagian khusus terhadap hewan yang disembelih kepada pihak-pihak yang meninggal di desa ini tidak dikuburkan maupun dibakar. Jenazah akan diletakkan di bawah sebuah pohon yang disebut taru menyan. Jenazah hanya akan ditutupi dengan sungkup bambu. Di sekitarnya diletakkan beberapa perlengkapan mendiang. Dikabarkan bahwa meskipun demikian tempat ini tidak mengeluarkan bau busuk. Hal ini dipercaya disebabkan oleh pohon taru menyan yang menaungi tempat tersebut mampu melenyapkan bau-bau yang dihasilkan oleh mayat-mayat yang diletakkan di adalah sebuah kepercayaan peninggalan zaman megalitikum. Upacara kematian dengan menggunakan tradisi ini masih sarat dengan kepercayaan akan kekuatan roh nenek moyang. Upacara kematian marapu dapat menelan biaya yang sangat mahal. Hal ini disebabkan karena ada sejumlah hewan ternak yang harus disembelih sepanjang prosesi ini. Oleh karenanya upacara kematian ini dapat ditunda hingga bertahun-tahun seteah kematian seseorang. Penganut kepercayaan marapu juga memakamkan jenazah dalam posisi seperti janin dalam rahim. Kuburan yang digunakan juga unik yaitu berupa batu yang diberi lubang dan kemudian ditutup dengan batu lagi. Tradisi ini tentunya mengingatkan kita pada sarkofagus dari zaman batu ya dulu orang-orang di Minahasa dikuburkan dalam sebuah kotak batu yang ditutup dengan sebuah penutup berbentuk limas segiempat. Jenazah diletakkan dalam kotak batu yang disebut waruga dalam posisi tumit menyentuh pantat dan muka mencium lutut. Tradisi ini kemudian dilarang sekitar tahun 1870’an oleh Belanda menyusul merebaknya wabah pes dan Mumifikasi suku Asmat - PapuaTidak sembarang jenazah yang dimumifikasi oleh suku Asmat. Tradisi ini hanya dilakukan pada jenazah-jenazah kepala suku atau orang-orang tertentu yang memiliki posisi penting dalam suku tersebut. Kalau kita perhatikan dari ulasan-ulasan sebelumnya sepertinya posisi memeluk lutut itu memang posisi sakral dalam kepercayaan animisme – dinamisme ya Iki Palek suku Dani - PapuaJika ada bagian anggota keluarga yang meninggal maka anggota keluarga yang masih hidup akan memotong ruas jari tangannya. Hal ini merupakan simbol kedukaan. Umumnya hal ini hanya dilakukan oleh wanita tertua di keluarga tersebut, namun ada juga kaum lelaki yang ikut melakukannya sebagai simbol kesetiaan. Proses pemotongan jaripun dilakukan dengan spontan menggunakan benda tajam ataupun menggunakan gigi alias digigit hingga putus. 10. Tiwah suku Dayak - Kalimantan TengahProsesi ini dilakukan oleh penganut agama kaharingan. Jasad yang sudah dikuburkan kemudian digali. Tahapan selanjutnya adalah pensucian tulang-belulang tersebut melalui suatu upacara khusus disertai dengan penombakan sejumlah hewan ternak. Tahapan akhir adalah meletakkan tulang-belulang tersebut ke dalam sebuah tempat khusus yang tidak menyentuh Sirang-sirang suku batak marga Sembiring – Sumatera UtaraSirang-sirang merupakan upaca kremasi yang diduga merupakan pengaruh agama hindu. Abu jenazah yang sudah dibakar kemudian dilarungkan ke sungai. Tradisi ini hanya dilakukan zaman dulu. Tradisi ini berhenti dilaksanakan karena dianggap rumit dan mengerikan. Faktor lainnya adalah karena masuknya pengaruh agama Islam dan Kristen dalam marga Kuburan bayi Kambira - TorajaProsesi ini berlaku bagi bayi-bayi asal Tana Toraja yang meninggal sebelum tumbuh gigi. Pohon yang dijadikan lokasi pemakaman adalah pohon Tarra yang memiliki banyak getah. Jenazah bayi akan dimasukkan dalam lubang yang dibuat pada pohon tersebut tanpa berbalut kain. Tujuannya adalah agar bayi tersebut dapat terlahir kembali lewat rahim yang Makam di atas Tanah dayak Benuaq - KalimantanMasyarakat dayak Banuaq tidak menguburkan jenazah orang yang sudah meninggal di dalam tanah. Pada saat pertama kali meninggal, jenazah akan dimasukkan dalam kayu bulat dan digantung di sekiar rumah hingga menjadi tulang belulang. Setelah itu akan dilakukan upaca pemberkatan dan tulang-belulang tersebut akan dipindahkan ke dalam kotak kayu ulin yang permanen. Kotak kayu ini disangga oleh beberapa Batu Lemo - Tana TorajaPara bangsawan Tana Toraja akan dikuburkan dalam bukit batu. Sebuah lubang berukur 3 x 5 pada bukit tersebut biasanya diisi oleh satu keluarga. Di masing-masing lubang biasanya ada sejumlah patung kayu yang disebut tao-tao. Nah itu tadi 14 tradisi unik upacara kematian yang ada di Indonesia. Bagaimana menurut Sobat Kumparan sekalian, apakah kalian berminat untuk menyaksikan secara langsung upacara tersebut?

Cermatidata berikut ini! mengiringi ritual kematian mendinginkan air upacara memanggil hujan sebagai genderang perang sebagai alat upacara Dari pernyataan pernyataan di atas, yang bukan fungsi Nekara ditunjukkan Read More Soal USBN Sejarah Pengaruh budaya India ke Indonesia dalam bidang agama Doni Setyawan | Mei 26, 2020
1. Pitru Paksha, India Ritual kematian pertama datang dari India. Ritual yang bernama Pitru Paksha tersebut berlangsung selama 16 hari dan merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur yang meninggal. Asal-usul ritual ini adalah kisah dalam mitologi Hindu tentang prajurit Karna yang ketika mati dan tiba di surga diberi makan berupa emas. Ia tidak memperoleh makanan yang wajar layaknya nasi dan lauk-pauk. Itu karena selama hidup, barang yang Karna berikan kepada sesama yang tidak mampu ialah emas dan perhiasan lain. Ia tidak pernah memberi makanan. Dewa Indra, dewa yang ia temui di surga, mengizinkannya untuk kembali ke bumi selama 16 hari untuk memberi makanan kepada orang yang membutuhkan supaya saat di surga ia juga bisa memperoleh makanan. Sumber Apa yang dilakukan warga India dalam ritual Pitru Paksha? Pertama, mereka mempersembahkan sajian makanan berupa bola-bola nasi yang disebut pind daan. Kedua, mereka menyajikan minuman berupa air mineral yang dicampuri gandum dan bijian-bijian. Tujuannya adalah untuk menyenangkan arwah leluhur. Ritual ini bisa dilakukan di rumah, candi, ataupun di sungai. Lantas, apa yang unik dari ritual Pitru Paksha? Selama 16 hari periode ritual, warga dilarang keramas, memotong kuku, bercukur, membeli baju baru, mencuci baju, dan bertamu ke rumah orang. Yang lebih unik adalah warga bahkan dilarang untuk bertemu dengan kekasih. Waduh…. 2. Hungry Ghost, China Sumber foto oleh Nathan Tsui Ritual kematian di China disebut Hungry Ghost atau hantu lapar. Ritual ini dilaksanakan pada bulan ketujuh menurut penanggalan China. Diyakini bahwa pada bulan ketujuh, arwah orang yang meninggal bangkit dari alam kubur dan turun ke bumi untuk mengunjungi kerabatnya yang masih hidup. Dalam ritual ini, warga China harus mengosongkan beberapa kursi di meja makan. Kursi yang kosong tersebut disediakan bagi para arwah. Jadi, seolah-olah para arwah makan bersama dengan mereka. Hmmmm, lumayan serem, ya. Ketika masa pelaksanaan ritual berakhir, warga harus mengantarkan para arwah kembali ke alam baka. Hal tersebut ditandai dengan penghanyutan lentera berbentuk bunga teratai di sungai. Keunikan dari ritual Hungry Ghost adalah warga harus membuat “kerajinan tangan” dari karton yang dibentuk menyerupai uang, baju, dan perhiasan emas. Seluruhnya lalu dibakar. Itu adalah simbol untuk memberi makan para arwah. Larangannya pun nggak kalah unik, misalnya nggak boleh bersandar di tembok. Saat bersandar di tembok, kamu bakal dikelilingi banyak hantu dan bisa-bisa kamu kesurupan. Widihhh…. 3. Lemuria, Italia Sumber Ritual Lemuria di Italia berawal dari kisah Romulus dan Remus, dua bersaudara penemu Kota Roma. Singkat cerita, Remus dan Romulus terlibat perselisihan dalam perjalanan mereka menemukan Kota Roma. Perselisihan tersebut membuat Romulus membunuh Remus. Suatu malam, diceritakan arwah Remus yang berlumuran darah muncul di kamar Romulus. Untuk menenangkan sekaligus melenyapkan arwah Remus, terciptalah ritual Lemuria. Lemuria diambil dari kata lemures yang berarti arwah yang tidak tenang karena tidak dimakamkan dengan layak. Dibandingkan Pitru Paksha dan Hungry Ghost, ritual Lemuria jauh lebih unik, bahkan terkesan nyeleneh. Dalam ritual ini, kepala keluarga bangun tengah malam lalu mencuci tangannya sebanyak tiga kali. Sesudahnya, ia berjalan menyusuri satu isi rumah sambil melempar kacang melewati pundak dan berkata, “Jadikan kacang ini sebagai penebus bagi saya dan leluhur saya”. Saat kepala keluarga sibuk melempar-lempar kacang, anggota keluarga yang lain memukul-mukul pot dan panci sambil berkata, “Pergilah hantu leluhurku”. Kalau kamu ingin tahu lebih lanjut tentang kisah Romulus dan Remus, kamu bisa klik ini. 4. Famadihana, Madagaskar Di Madagaskar, negara yang terletak di Benua Afrika, ritual kematian Famadihana dilakukan oleh suku Malagasi. Dalam ritual itu, warga mendatangi kuburan untuk membungkus mayat yang telah berubah menjadi tulang-belulang dengan kain kafan yang baru. Itu merupakan wujud cinta warga terhadap anggota keluarganya yang telah meninggal. Ritual Famadihana dilakukan setiap 5, 7, atau 9 tahun sekali. Jadi, nggak heran apabila mayat sudah berubah menjadi tulang-belulang. Warga menggali kuburan tempat anggota keluarganya dimakamkan, mengambil mayat, lalu membungkus mayat itu dengan kain kafan baru. Warga menggali kuburan tempat anggota keluarganya dimakamkan, mengambil mayat, membuka kain kafan yang membungkusnya, lalu membungkusnya dengan kain kafan baru. Yup, dalam Famadihana, warga benar-benar memegang mayat. Coba bayangin kalau kamu yang melakukan ritual ini. Merinding nggak, sih? Sumber diambil dari AFP or licensors Proses ritual Famadihana nggak berhenti sampai mayat dibungkus dengan kain kafan baru. Selanjutnya, warga menggotong mayat lalu berputar mengelilingi makam sambil menari-nari. Gerakan berputar melambangkan rotasi bumi sekaligus menandakan siklus kehidupan baru. Kenapa siklus kehidupan baru? Menurut kepercayaan masyarakat setempat, ketika mayat diletakkan kembali ke dalam kubur, mayat tersebut memasuki fase kehidupan baru sebagai leluhur. Mayat harus diletakkan kembali ke dalam kubur sebelum matahari terbenam. Ini untuk menghindari energi negatif yang terkandung saat malam hari. Sebelum dikembalikan ke kubur, mayat disemprot dengan cairan alkohol. Di dalam kubur pun sudah tersedia sejumlah uang hasil sumbangan para warga. Ingin merasakan sensasi merinding ritual Famadihana? Tonton videonya di halaman ini. 5. Dia de Los Natitas, Bolivia Pawai tengkorak. Itulah pemandangan yang kamu lihat saat suku Ameyra di Bolivia, negara di Amerika Selatan, melaksanakan ritual Dia de Los Natitas. Dalam ritual yang diselenggarakan pada awal November itu, kepala tengkorak dari anggota keluarga yang sudah meninggal diletakkan dalam kotak dan didandani sedemikian rupa. Kepala-kepala tengkorak tersebut dihias dengan bunga berwarna-warni, topi, atau pita. Ada juga yang dipasangi kacamata dan perhiasan. Pokoknya dirias sekece mungkin, deh. Semakin kece riasan di kepala tengkorak, semakin banyak berkat yang akan diperoleh keluarga tersebut. Setelah dirias, kepala-kepala tengkorak tadi diarak sepanjang jalan menuju pemakaman. Parade tengkorak tersebut semakin meriah dengan pertunjukkan band. Masyarakat setempat percaya bahwa ritual Dia de Los Natitas membuat arwah orang yang sudah meninggal bisa hidup tenang di alam baka. Jika hidup tenang, dipercaya arwah tersebut akan membantu keluarganya yang masih ada di dunia untuk hidup sejahtera dan bahagia. Sumber diambil dari Juan Karita/ AP/ REX/ Shutterstock Menurut keyakinan suku Ameyra, manusia memiliki tujuh jiwa. Ketika meninggal dan sudah dikubur, enam jiwa menuju surga, sementara satu jiwa masih tertahan sampai mayat berubah jadi tengkorak. Setelah sekian lama terkubur, keluarga almarhum menggali kubur dan mengambil kepala tengkorak. Ini bertujuan untuk melepaskan jiwa yang tertahan di situ. Kepala tengkorak tersebut lantas disimpan di rumah untuk nantinya diarak pada ritual Dia de Los Natitas. Kalau kamu masuk rumah suku Ameyra, kamu bakal nemuin kepala-kepala tengkorak di dalamnya. Sehari-hari mereka memang hidup bersama kepala tengkorak. Ngeri juga ya…. 6. Dia de Los Muertos, Meksiko Sumber Ritual Dia de Los Muertos diselenggarakan setiap 1—2 November. Tanggal tersebut merupakan hari libur nasional di Meksiko. Saat ritual ini berlangsung, warga tumpah ke jalanan dan berparade dengan wajah dirias menyerupai tengkorak. Selain bersenang-senang dalam parade, warga juga mendatangi makam anggota keluarga mereka yang meninggal. Mereka membersihkan makam dan membawa persembahan, seperti lilin, bunga, makanan, dan minuman. Di rumah, mereka memasang ofrendas altar yang di atasnya terdapat, antara lain foto almarhum, tengkorak, permen berbentuk tengkorak, dan barang-barang kesukaan almarhum semasa masih hidup. Masyarakat setempat percaya, saat ritual Dia de Los Muertos berlangsung, para arwah akan turun ke bumi dan berbaur dengan keluarga mereka. Baca juga 8 Negara dengan Ritual Pemakaman Paling Unik di Dunia . 54 201 256 387 448 34 454 410

perhatikan data berikut ini 1 mengiringi ritual kematian